Biografi Singkat Jamaluddin Al-Afghani

|| || , || Leave a komentar
-Sang Pembaru Petualang-
Jika kita berbicara tentang pembaruan Islam, maka satu tokoh kunci yang sedang kita bicarakan adalah Jamaluddin Al-Afghani. Jamaluddin Al-Afghani adalah tokoh yang pertama kali menggagas pembaruan Islam terutama dalam ranah politik yang dikenal dengan istilah Pan-Islamisme (persatuan dunia Islam).
Gagasan tentang pembaruan Islam lahir dengan latar belakang kolonialisme yang sedang marak terjadi saat itu. Orang-orang Eropa berlayar ke hampir seluruh dunia dan menjajah hampir seluruhnya. Di beberapa negeri, mereka mengambil kepemilikan dan mengganti spenuhnya penduduk asli, seperti di Amerika dan Australia. Di negeri lainnya mereka membiarkan penduduk aslinya tetap di tempat tetapi bergerak di atas mereka sebagai kalangan elite yang mengendalikan semua sumber daya terpenting. Hal ini terjadi dimotori oleh semangat renaisans yang dimiliki bangsa Eropa yang diawali oleh Perancis.
Siapakah Jamaluddin Al-Afghani?
Jamaluddin Al-Afghani memiliki nama lengkap Sayyid Muhammad bin Safdar al-Husayn (1838 - 1897), umumnya dikenal dengan nama Sayyid Jamal-Al-Din  Al-Afghani atau Jamal-Al-Din Asadabadi. Ada perbedaan pendapat tentang dimana tanah kelahiran Jamaluddin Al-Afghani, sebagian berpendapat beliau lahir di Afghanistan –sehingga dijuluki ‘Al-Afghani’-, sementara sebagian yang lain –orang-orang syi’ah-meyakini  bahwa Al-Afghani dilahirkan di Iran dan masih memiliki hubungan darah dengan Rasulullah melalui jalur Husein bin Ali bin Abi Thalib, oleh karena itu sering juga disebut Sayyid Jamaluddin Al-Afghani –dimana ‘Sayyid’ merupakan panggilan untuk keturunan Rasulullah-. Mengenai tanah kelahirannya, muridnya yang terdekat Muhammad Abduh, Shakib Arsalan dan account biografi lain yang ditulis tak lama setelah kematiannya, semua setuju dengan pandangan bahwa Al-Afghani lahir di Afghanistan.
Seorang Petualang dengan banyak negara yang disinggahinya
Al-Afghani adalah seorang petualang, negara-negara yang disinggahi Al-Afghani selama hidupnya adalah :
India
Terlepas dari dimana tempat dia dilahirkan, satu hal yang pasti adalah bahwa pada umur 18 tahun ia berhijrah ke India. Saat itu sedang ‘musim’ kolonialisme, ketika ia berada di India, Inggris sedang bercokol disana. Ia bertemu dengan beberapa muslim untuk menyusun siasat anti Inggris, saat pemberontakan besar India pecah, ia sedang melaksanakan haji di Makkah. Sepulang melaksanakan haji, ia melihat pembalasan Inggris yang sangat mengejutkan kaum muslim timur.
Afghanistan
Setelah berada di India menyaksikan pembalasan Inggris terhadap rakyat India yang menentang kolonialisme, ia berhijrah ke tempat kelahirannya, Afghanistan. Di tempat kelahirannya, ia mendapatkan tugas dari raja untuk mengajar putra sulungnya, Azam. Ia telah merumuskan gagasan tentang perlunya reformasi dan modernisasi Islam sebagai cara untuk memulihkan kekuasaan dan kebanggaan Islam , gagasan itulah yang ia ajarkan kepada sang putra mahkota, ia mengajarkan ide-ide reformis dan melatihnya untuk memimpin Afghanistan menuju zaman modern. Akan tetapi Azam menggantikan ayahnya hanya sebentar, salah satu sepupunya yang ditunggangi oleh Inggris dengan cepat menggulingkan kepemimpinan Azam. Alasannya sudah jelas terlihat, Inggris tidak ingin anak didik Jamaluddin Al-Afghani memegang tahta di Afghanistan.
Asia Kecil
Di Asia kecil, Al-Afghani kembali memulai menyampaikan pidatonya di Universitas Konstantinopel. Dia menyatakan bahwa umat Islam perlu belajar tentang semua ilmu pengetahuan modern, namun pada saat yang sama mendidik anak-anak mereka secara lebih tegas dalam nilai-nilai, tradisi, dan sejarah Islam. Modernisasi katanya, tidak harus berarti westernisasi: muslim bisa mencari.
Mesir
Di Mesir, ia mulai mengajar di kelas-kelas di Universitas Al-Azhar[13]. Dia terus menjelaskan visinya tentang modernisasi Islam[14]. Pada priode ini dia juga menulis sejarah Afghanistan –bisa jadi ini menegaskan bahwa dirinya berasal dari Afghanistan dan bukan Iran yang bermazhab Syi’ah. Saat itu di Mesir sedang dikuasai oleh dinasti Mehmet Ali, kelas penguasa dzalim yang pro terhadap kepentingan Inggris dan Prancis, ia mulai mengkritik para koruptor dari pejabat dan para orang kaya penindas. Dia mengatakan bahwa penguasa negara ini harus mengadopsi gaya hidup sederhana di tengah-tengah rakyat. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh para pemimpin umat Islam pada generasi awal. Di Mesir juga, ia mengemukakan konsep syuro dan ijma’ dengan aplikasi yang lebih luas. Syuro adalah semacam dewan penasehat dimana pemimpin muslim awal meminta saran dan persetujuan dari rakyat melaluinya. Al-Afghani menafsirkan ulang konsep syuro dan ijma’ yang saat itu realisasinya tidak sesuai dengan yang dicontohkan oleh pemimpin muslim pada generasi awal. Dari syuro dan ijma’ ia berpendapat bahwa dalam Islam, penguasa tidak memiliki legitimasi tanpa dukungan rakyat. Ide-idenya mengenai demokrasi membuat raja Mesir Gugup.
India
Pada tahun 1879, ia diusir dari Mesir dan kembali lagi ke India. Saat itu, di India sudah didirikan gerakan Aligarh  yang liberal, dipimpin oleh Sir Sayyid Ahmad. Aligarh menjelma menjadi suatu kekuatan yang patut diperhitungkan, Inggris menyukai ide-ide yang dibawa oleh Sir Sayyid Ahmad. Ketika pemberontakan pecah di Mesir, orang Inggris memasukkan Al-Afghani ke dalam penjara selama beberapa bulan karena mereka menganggap Al-Afghani lah yang menghasut terjadinya pemberontakan melalui para pengikutnya, ketika pemberontakan mulai mereda, Al-Afghani dibebaskan, akan tetapi mereka mengusirnya dari India.
Paris
Setelah di usir dari India, pada tahun 1882, ia pergi ke Paris. Disana ia memulai aktivitas menulis berbagai publikasi dalam bahasa Inggris, Prancis, Arab,  dan Urdu. Dalam tulisannya, ia mengembangkan ide bahwa Islam adalah inti agama yang rasional dan bahwa Islam telah memelopori revolusi ilmiah. Disinilah ia dengan murid utamanya, Muhammad Abduh, menulis jurnal yang penting, yaitu al-Urwah al-Wutsqa (ikatan terkuat. Akan tetapi hanya bertahan sampai 18 edisi dikarenakan masalah keuangan. Melalui jurnal al-Urwah al-Wutsqa ia menyampaikan inti pemikirannya yang saat ini orang banyak mengenalnya dengan istilah Pan-Islamisme.
Amerika Serikat
Sediki informasi yang diketahui tentang sepak terjangnya di Amerika Serikat. Namun yang pasti ia keluar masuk beberapa kali ke negara tersebut untuk menyebarkan paham pan-Islamisme nya.
London
Di London, ia berdebat dengan Randolph Churchill (ayah dari Winston Churchill) dan para pemimpin Inggris lainnya tentang kebijakan Inggris di Mesir. Setelah itu, ia pergi ke Jerman dan menghabiskan beberapa waktu di St. Petersbug, ibukota Rusia dan berkeliling Eropa.
Uzbekistan
Di Uzbekistan ia melakukan penerbitan, penerjemahan, dan menyebarluaskan al-Qur’an, juga menyediakan literatur Islam lainnya. Dalam jangka waktu yang relatif singkat, Islam mengalami kebangkitan di wilayah itu. Ia juga terus menggaungkan pan-Islamisme di sana.
Iran
Pada tahun 1884, ia berpindah ke Iran. Di Iran, ia bekerja mereformasi peradilan, hal ini membuatnya berhadapan langsung dengan ulama-ulama lokal. Hal ini membuat keadaan menjadi panas, dan membuat ia kembali ke Asia tengah saat itu. Pada tahun 1888, Raja Iran Nasiruddin, mengundangnya kembali ke Iran sebagai Perdana Menteri. Ia pun kembali ke Iran, tapi bukan sebagai Perdana mentri, melainkan menjadi Penasihat Khusus. Raja Iran terjebak dalam perebutan kekuasaan dengan para ulama di negerinya dan berharap konsep modernisme yang dibawa oleh Al-Afghani bisa menolongnya. Akan tetapi yang terjadi tidak sesuai dengan harapan, Al-Afghani malah menyerang raja dalam kebijakannya dalam praktik menjual konsesi ekonomi kepada kekuatan kolonialis. Pidato Al-Afghani membuat rakyat turun ke jalan untuk memprotes sang raja. Jamaluddin bahkan berbicara dengan Ayatullah dan mengatakan bahwa konsesi tersebut tidak islami.
Istambul
Kemudian ia kembali ke Istambul, di negara ini, ia diberi fasilitas berupa tanah, rumah, dan gaji oleh pemimpin tertinggi Utsmani, Sultan Hamid. Sultan berfikir bahwa ide pan-Islamis yang diusung oleh Al-Afghani akan memberinya semacam deviden politik. Sang Pembaru itu pun memulai aktifitasnya dengan mengajar, menulis, berpidato, dan ragam kegiatan lainnya. Di negri ini, ia didatangi banyak orang untuk berguru kepadanya, dari segala penjuru dan tak kenal teritorial. Ia mengatakan kepada setiap anak didiknya bahwa ijtihad “berfikiran bebas” adalah prinsip utama dalam islam, namun ijtihad haruslah selalu berlandaskan dan berakar pada al Qur’an dan Hadis. Setiap umat Islam bebas menginterpretasi  menurut kadar pemahamannya dalam dua sumber dengan catatan jika ia memiliki kapasitas. Kesalahan besar umat Islam, menurutnya lagi adalah, karena umat ini berpaling dari ilmu pengetahuan barat sembari merangkul pendidikan dan adat-istiadat barat. Yang seharusnya adalah mereka harus merangkul sains barat tetapi menutup gerbang mereka bagi adat istiadat dan sistem pendidikan barat. 
Ide-ide Pembaruan yang diusung oleh Jamaluddin Al-Afghani
Kemunduran umat islam bukanlah disebabkan karena Islam sebagai agama. Akan tetapi disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah :
    Umat Islam telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya, telah dipengaruhi oleh sifat statis, kuat pada taklid, bersikap pasrah fatalistis, telah meninggalkan akhlak yang mulia dan acuh terhadap ilmu pengetahuan
    Kelemahan dalam segala sektor, dan kurang usaha dalam mencerdaskan umat, baik untuk menekuni dasar-dasar agama maupun dalam upaya transformasi ilmu pengetahuan di antara mereka
    Pengaruh paham Jabariyah dan salah interpretasi tentang makna qadha dan qadhar, sehingga memalingkan mereka dari usaha dan kerja keras
    Salah pengertian dalam maksud hadis yang mengatakan bahwa umat Islam akan mengalami kemunduran akhir zaman, kesalahan ini membuat umat Islam tidak berusaha memperbaiki nasib mereka
    Lemahnya ukhuwwah, atau persaudaraan Islam, yang tidak hanya melanda masyarakat awwam, tapi juga menimpa para ulama. Ulama Turki tidak mengenal lagi ulama Hijaz, dan ulama India tidak ada hubungan dengan ulama Afganistan, begitulah seterusnya
    Sebab-sebab kemunduran yang bersifat politis ialah perpecahan yang terdapat di kalangan umat Islam, pemerintahan absolut, mempercayakan pimpinan umat kepada orang-orang yang tidak bisa dipercaya, mengabaikan masalah pertahanan militer dan menyerahkan administrasi negara kepada orang-orang  yang tidak kompeten dan intervensi asing
Jika pembaru-pembaru lain berpedapat bahwa umat Islam bisa maju dengan cara bekerjasama dengan barat, maka Al-Afghani berfikir sebaliknya, barat bukanlah partner yang tepat untuk itu. Menurut Afghani, Islam dalam bentuk aslinya telah mengandung semua yang diperlukan untuk pembaruan. Oleh itu hal yang harus diadaptasi dari barat oleh dunia Islam hanyalah metode-metode dan kemajuan-kemajuan materinya saja. Oleh itu hal yang harus diadaptasi dari barat oleh dunia Islam hanyalah metode-metode dan kemajuan-kemajuan materinya saja.
Al-Afghani menawarkan beberapa alternatif untuk membawa umat ke arah perubahan yang berimplikasi pada kemajuan umat. Yaitu :
    Kembali kepada inti ajaran Islam yang bersumber dari al Qur’an dan Hadis. Islam adalah agama yang syumul “komprehensif”, tidak hanya membahas mengenai ibadah, dan hukum semata, tetapi juga meliputi pemerintahan dan sosial. Kesucian jiwa, dan budi pekerti haruslah dihidupkan, agar rela dan setia berkorban untuk kemaslahatan umat;
    Membuka lebar pintu ijtihad. Dalam hal ini umat Islam sedang mengalami perkembangan zaman yang sangat signifikan. Untuk itu pintu ijtihad harus terus terbuka untuk menjawab tantangan zaman yang terus menerpa umat. Karena tidak sedikit masalah-masalah yang muncul belakangan justru tidak kita ketemukan dalam dua sumber utama umat Islam. Solusinya adalah ijtihad;
    Corak pemerintahan dengan sistem teokrasi harus direduksi dengan demokrasi. Seoarang kepala negara harus mengadakan syura dengan para pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakat yang telah berpengalaman. Menurut Al-Afghani, Islam sangat menghendaki pemerintahan republik yang di dalamnya terdapat kebebasan mengeluarkan pendapat dan kewajiban kepala negara untuk tunduk kepada undang-undang dasar. Hal itu karena beliau sangat menghendaki agar umat ini terlepas dari kolonialisme;
    Persatuan umat kembali digalakkan. Dengan bersatu dan mengadakan kerjasama yang eratlah umat akan kembali menemukan jatidiri dan kemajuannya. Dalam pandangannya, kekuatan dan kelanjutan hidup umat Islam sangat tergantung kepada kekuatan dan solidaritas umat Islam. Persatuan dan solidaritas adalah sendi dan nadi umat ini;
    Tidak ada kata diskriminatif dalam kemampuan intelektual;
    Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita karena keduanya sama-sama memiliki kemampuan akal untuk berfikir. Yang membedakan hanyalah karena pria memiliki kebebasan untuk mengikutip pendidikan sedang wanita di rumah mendidik anak sebagai generasi pelanjut. Dan tidak ada halangan bagi wanita bekerja jika kondisi memang menuntut untuk itu. Al-Afghani menghendaki agar wanita turut andil dalam menentukan terwujudnya kemajuan umat;
Al-Afghani berpendapat bahwa tidak ada satupun dalam prinsip-prinsip dasar Islam yang tidak cocok dan bertentangan dengan akal dan ilmu pengetahuan. Ia menyadari bahwa Eropa bisa mencapai kemajuannya berkat ilmu pengetahuan, disitulah letak keterbelakangan umat, mereka mengabaikan ilmu pengetahuan. Ia juga mengkritik pada ulama yang mendikotomi ilmu pengetahuan menjadi ilmu Islam dan Eropa, padahal ia berpendapat bahwa ilmu itu tidak ada hubungannya dengan bangsa apapun.
Karya ini adalah tulisan ulang dari sumber di bawah ini dengan penyesuaian secukupnya.
Ilham bin Kadir, S.Sos.I. Jamaluddin Al-Afghani dan Ide Pembaruan.(online)(http://ilhamkadirmenulis.blogspot.com/2013/03/jamaluddin-al-afgani-dan-ide-pembaruan.html, diakses 11 Juli 2014)
Wikipedia. Jamal-Al-Din Al-Afghani. (Online) (http://id.wikipedia.org/wiki/Jamal-al-Din_Afghani, diakses 11 Juli 2014)
-----. Biografi Jamaluddin Al-Afghani. (Online) (http://arulinside.wordpress.com/2013/01/13/biografi-jamaluddin-al-afghani/, diakses 11 Juli 2014)





/[ 0 komentar Untuk Artikel Biografi Singkat Jamaluddin Al-Afghani]\

Posting Komentar